Minsel,- Proyek peningkatan jalan Pakuure-Tenga Kecamatan Tenga sepanjang 7 Km yang dibiayai APBD diduga sudah bermasalah dari awal.
Pasalnya pada tahun 2017 dianggaran sebesar Rp 8,2 miliar untuk konstruksi aspal hot mix, namun realisasinya hanya 3 Km saja, sedangkan sisanya 4 Km tidak lagi dilanjutkan oleh pihak kontraktor.
Selain volume yang tidak sesuai kontrak, kualitas juga diduga bermasalah. Tidak sesuai dengan bestek sehingga sudah rusak bahkan sebelum proyek berakhir.
Keuangan negara besar kemungkinan dirugikan, akibat tidak sesuai bestek. Sayangnya sampai sekarang belum ada tindakan hukum diberikan pada pihak yang bertanggung jawab.
Tahun 2018, di lokasi yang sama kembali ditata anggaran untuk pekerjaan yang belum selesai. Namun lagi-lagi pengerjaan jalan tidak sampai 7 Km sesuai dari perencanaan awal.
Anehnya lagi di tahun 2019 kembali ditata dengan besaran anggaran Rp 2,4 miliar. Namun ketika dicek ke lokasi, ditahun 2019 tidak ada pekerjaan. Bahkan oleh warga dikatakan pekerjaan terakhir dilaksanakan tahun 2018.
Oleh pihak Dinas PUPR dikatakan anggaran 2019 ditata untuk pembayaran hutang pekerjaan 2018.
Namun menjadi aneh karena ditata pada APBD induk, bukannya perubahan. Selain itu juga diinformasikan proyek 2018 mendapatkan Tuntutan Ganti Rugi (TGR).
"Kami mintakan agar proyek jalan Pakuure-Tenga diperiksa kembali sejak pengerjaan tahun 2017. Sebab dari informasi yang diperoleh pekerjaannya tidak selesai dan amburadul. Perlu diperiksa apakah pembayaran direalisasi 100 persen atau tidak. Bila sudah 100 persen maka patut diduga ada kerugian negara atau tindak korupsi disitu. Sehingga harus diproses secara hukum," sebut anggota DPRD Minsel Jaclyn Koloay.
Lanjut Koloay, ia juga minta kembali diperiksa anggaran 2018. Apakah sudah dikerjakan sesuai bestek atau tidak. Sebab volume yang ada belum sampai 7 Km sesuai panjang jalan Pakuure-Tenga.
Selain itu juga patut diperiksa realisasi anggarannya, sebab oleh pihak terkait belum selesai yang menyebabkan hutan. Kemudian dibayar lewat APBD 2019.
"Memang kami lihat ada keganjilan dari proyek jalan ini. Karena dari awal kontrak yang kami lihat berupa peningkatan jalan menjadi hot mix atau AC-WC. Jadi memang harus diperiksa dari awal lagi. Sebab bisa jadi kerugian negara sangat besar pada proyek ini," sembur Koloay.
Terpisah, Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK) Minsel, Jhon Senduk meminta dilakukan pemeriksaan secara menyeluruh. Apalagi ada dugaan proyek 2018 hanya untuk menutupi penyimpangan proyek 2017.
"Jadi kami memang menduga ada pekerjaan diatas pekerjaan guna menutupi penyelewengan sebelumnya. Selain itu juga volume yang tidak sesuai dengan bestek. Jadi potensi kerugian negara memang besar dan terjadi selama tiga tahun berturut-turut. Aparat penegak hukum jangan tutup mata," tegas Senduk. (Meyvo)
Pasalnya pada tahun 2017 dianggaran sebesar Rp 8,2 miliar untuk konstruksi aspal hot mix, namun realisasinya hanya 3 Km saja, sedangkan sisanya 4 Km tidak lagi dilanjutkan oleh pihak kontraktor.
Selain volume yang tidak sesuai kontrak, kualitas juga diduga bermasalah. Tidak sesuai dengan bestek sehingga sudah rusak bahkan sebelum proyek berakhir.
Keuangan negara besar kemungkinan dirugikan, akibat tidak sesuai bestek. Sayangnya sampai sekarang belum ada tindakan hukum diberikan pada pihak yang bertanggung jawab.
Tahun 2018, di lokasi yang sama kembali ditata anggaran untuk pekerjaan yang belum selesai. Namun lagi-lagi pengerjaan jalan tidak sampai 7 Km sesuai dari perencanaan awal.
Anehnya lagi di tahun 2019 kembali ditata dengan besaran anggaran Rp 2,4 miliar. Namun ketika dicek ke lokasi, ditahun 2019 tidak ada pekerjaan. Bahkan oleh warga dikatakan pekerjaan terakhir dilaksanakan tahun 2018.
Oleh pihak Dinas PUPR dikatakan anggaran 2019 ditata untuk pembayaran hutang pekerjaan 2018.
Namun menjadi aneh karena ditata pada APBD induk, bukannya perubahan. Selain itu juga diinformasikan proyek 2018 mendapatkan Tuntutan Ganti Rugi (TGR).
"Kami mintakan agar proyek jalan Pakuure-Tenga diperiksa kembali sejak pengerjaan tahun 2017. Sebab dari informasi yang diperoleh pekerjaannya tidak selesai dan amburadul. Perlu diperiksa apakah pembayaran direalisasi 100 persen atau tidak. Bila sudah 100 persen maka patut diduga ada kerugian negara atau tindak korupsi disitu. Sehingga harus diproses secara hukum," sebut anggota DPRD Minsel Jaclyn Koloay.
Lanjut Koloay, ia juga minta kembali diperiksa anggaran 2018. Apakah sudah dikerjakan sesuai bestek atau tidak. Sebab volume yang ada belum sampai 7 Km sesuai panjang jalan Pakuure-Tenga.
Selain itu juga patut diperiksa realisasi anggarannya, sebab oleh pihak terkait belum selesai yang menyebabkan hutan. Kemudian dibayar lewat APBD 2019.
"Memang kami lihat ada keganjilan dari proyek jalan ini. Karena dari awal kontrak yang kami lihat berupa peningkatan jalan menjadi hot mix atau AC-WC. Jadi memang harus diperiksa dari awal lagi. Sebab bisa jadi kerugian negara sangat besar pada proyek ini," sembur Koloay.
Terpisah, Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK) Minsel, Jhon Senduk meminta dilakukan pemeriksaan secara menyeluruh. Apalagi ada dugaan proyek 2018 hanya untuk menutupi penyimpangan proyek 2017.
"Jadi kami memang menduga ada pekerjaan diatas pekerjaan guna menutupi penyelewengan sebelumnya. Selain itu juga volume yang tidak sesuai dengan bestek. Jadi potensi kerugian negara memang besar dan terjadi selama tiga tahun berturut-turut. Aparat penegak hukum jangan tutup mata," tegas Senduk. (Meyvo)