Karenanya Polda Sulut dan Polres Minsel dimintakan bertindak tegas melakukan penertiban.
"Akan sangat mahal biaya yang harus kita tanggung bila tambang liar dibiarkan. Sebab mereka ini tidak memiliki instalasi pengolah limbah berbahaya sebelum membuang bahan kimia berabahaya hasil mengolah emas. Kita tentu tidak menginginkan kejadian Minimata di Jepang terjadi disini. Kan kita tidak menginginkan membiarkan anak cucu kita menanggung dosa kita," ungkap tokoh masyarakat Minahasa Selatan Wem Mononimbar, kepada Media Online Komentar.co baru-baru ini.
baca juga: HUT Minsel Ke-17, Tokoh Pejuang Minsel Malah Merasa Ditinggalkan
Menurutnya, ketegasan sangat diperlukan demi melindungi alam. Pelaku dan provokator harus diamankan serta mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Lanjut dia, apapun alasan yang diberikan tidak dapat dibenarkan. Jangan sampai kendor atau malah aparat hukum 'tutup' mata. Sedangkan Kapolda diberitakan akan 'menyikat' tambang ilegal.
"Harusnya seluruh usaha dilakukan secara legal. Apalagi berupa pertambangan yang selain merubah bentang alam juga menggunakan bahan kimia berbahaya. Tanpa izin maka otomatis tidak ada pengelolaan limbah. Kami sendiri mendorong kalau mau, buat wilayah tambang rakyat sehingga menjadi legal dan didalamnya ada pengolaan limbah,"paparnya.
Tokoh yang ikut berjuang dalam pembentukan Kabupaten Minahasa Selatan ini menambahkan, dari informasi yang didapat, tambang ilegal yang sedang berjalan saat ini ada di Desa Tokin. Kembalinya aktifitas tambang ilegal dikarenakan hasutan dari tokoh masyarakat setempat.
"Dikhawatirkan bila dibiarkan, akan memberi dampak buruk bagi masyarakat. Negara sendiri dirugikan lantaran tidak mendapat royalty," pungkasnya. (Meyvo)