Menyikapi hal ini, Ketua Komisi III DPRD Minsel, Frangky Lelengboto berjanji akan memperjuangkan agar dana itu kembali ditata, bila APBD jadi dibahas.
Menurut politisi yang dikenal dengan sapaan 'Frato' ini, Jamkesda sudah menjadi kewajiban dari pemerintah.
"Jamkesda itu menurut saya memang wajib untuk dianggarkan. Mekanismenya seperti apa, termasuk berapa besar disitu yang kita bicarakan nanti di pembahasan. Tapi pada prinsipnya harus dianggarkan, jangan sampai tidak. Apalagi ini menyangkut hajat hidup dan ada UU-nya yang mewajibkan peran pemeritah," jelas Frato baru-baru ini.
Lanjut dia, memang ada informasi pada draft yang direvisi, ada alokasi anggaran untuk Jamkesda. Hanya saja nilai atau besarannya masih jauh di bawah anggaran tahun 2019.
Dengan adanya kenaikan iuran BPJS, maka akan memangkas jumlah yang besar peserta Jamkesda.
"Harusnya kita mendapatkan data lebih dulu berapa banyak warga yang tidak mampu membayar iuran BPJS mandiri. Lalu kombinasikan dengan yang telah ditanggung lewat program KIS (Kartu Indonesia Sehat, red). Berdasarkan data itu baru kita menghitung berapa besar kebutuhan. Tidak bisa hanya dengan bermain kira-kira tanpa dasar," terangnya.
Menurutnya lagi anggaran kesehatan sangat krusial. Makanya apabila ada ketidakcukupan anggaran, baiknya diambil dari program yang masih dapat ditunda. Apalagi memang Minsel menghadapi Pemilihan kepala daerah yang sudah pasti menyedot anggaran dalam jumlah besar.
"Kita harus dapat memilih mana yang krusial dan wajib dianggarkan dengan mana yang masih dapat ditunda. Nah Jamkesda merupakan salah satu tidak dapat ditunda karena berurusan kesehatan masyarakat. Tapi sekali lagi ini baru dapat dilakukan apabila APBD jadi dibahas. Kalau tidak dan menjadi Perkada, itu semua menjadi tanggung jawab bupati sebagai kepala daerah," kuncinya. (Meyvo)