Notification

×

Iklan

Patrick Sebut Virus Corona Bagai Gunung Es Di Samudera, Bahayanya Nampak 10%, Sisanya 90% Tidak Terdeteksi

Friday, May 15, 2020 | 07:27 WIB Last Updated 2020-05-15T17:31:22Z
Patrick: Masyarakat Sulut Jangan Kumabal, Pemerintah Jangan Korbankan Rakyat

Sulawesi Utara,- Semenjak Badan Kesehatan Dunia WHO memastikan bahwa Virus Corona atau covid-19 (C19) asal Provinsi Wuhan RRC sebagai virus mematikan yang paling berbahaya saat ini, dunia pun kelabakan.

Sekitar bulan Februari 2020 silam, virus corona membuktikan keperkasaannya dengan menelan ribuan nyawa tanpa dapat dicegah, PBB menghimbau agar negara-negara yang berpotensi terinveksi untuk segera mengunci akses demi memutus mata rantai penyebaran covid-19 (C19) dengan strategi lock-down.

Tindakan lockdown rupanya cukup berhasil. Tapi perlu dicatat, bahwa kata berhasil itu bukanlah selesai atau sudah tamat dari keganasan virus corona.

Pasalnya, sampai saat ini, pandemi C19 masih gentayangan lebih angker daripada setan (sama-sama tak terlihat, tapi kehadiran setan masih dapat dirasakan), mengincar manusia dari Pasien Dalam Pengawasan (PDP), Pasien Positif (+), hingga harus di karantina, selanjutnya tinggal menunggu apa yang akan dilakukan oleh sang 'malaekat maut' (virus corona).

Memang manusia diciptakan Tuhan sudah membawa keseimbangan tubuh sehingga walau sudah dinyatakan positif terinfeksi dan di karantina, terbukti ada juga yang sembuh.

Namun sebaliknya, ada yang dipastikan tidak terinfeksi atau dikenal dengan kata negatif, eh malah tiba-tiba meninggal dunia.

Salah satu tugas pemerintah adalah melakukan penelusuran riwayat kisah/perjalanan terakhir si pasien sehingga terjangkiti Pandemi C19. Dan itu hanya mampu meminimalisir korban saja.

Sampai detik ini C19 masih mengganas, misterius, kejam karena tidak terlihat karena tanpa warna, tidak tercium (tanpa bau), bahkan lebih kejam lagi, diduga kuat corona sudah mengalami peningkatan yaitu tanpa gejala, pasien didaulat positif (masih negatif), sang pasien bisa saja mendadak sekarat dan tewas.

"Iceberg Theory (Teori gunung es di samudera), inilah istilah yang saya sebut tentang keberadaan Covid-19, karena hanya ujungnya 10% yang terlihat, sementara dibawahnya yang 90% tidak terlihat (bahaya belum dapat dilawannya masih jauh lebih besar daripada menangkalnya)," tukas Patrick Ferdinand Paat, analisis pandemi C19 asal Airmadidi Minahasa Utara, Kamis (14/05/2020).

Dirinya mengaku masih ngeri dengan keberadaan virus corona di Sulawesi Utara khususnya.

"Memang sudah ada yang sembuh, tapi seperti yang saya katakan diatas (teori gunung es), 1 pasien sembuh, 100 positif. Atau 1 pasien sembuh, 10 malah divonis positif dan meninggal. Sekarang ini kita lihat, aktifitas di Sulawesi Utara seolah sudah seperti biasanya (mulai normal) karena dari segi transportasi angkutan umum dan pribadi beroperasi layaknya tidak ada (pandemi corona).

"Memang pemerintah memilih tidak terlalu memperketat aturan karena masih menilai sisi kemanusiaan. Sekitar 30% masyarakat Sulut mulai meninggalkan semboyan DIRUMAH SAJA, dan mulai beraktifitas tanpa menyadari bahaya C19 yang masih frontal mengancam," ujar Paat.

Menurutnya, kebijakan pemerintah mulai mengendorkan aturan dan larangan seperti transportasi darat yang lancar beroperasi, beraktifitas bolak-balik di jalan, ke pertokoan dan angkutan umum.

"Bahkan ada informasi yang mana Manado Town Square (Mantos) dan Bandara Samratulangi, sudah akan di operasikan lagi besok (hari ini Jumat 15 Mei 2020. Kebijakan pemerintah ini saya nilai masih terlalu prematur dan sangat miris, mengingat teori gunung es dalam virus Corona, masih sangat tangguh," kata pria yang dikenal pernah menyebut C19 belum dapat dipastikan dengan alat secanggih apapun itu.

Budaya orang Sulut yang kumabal dan wibawa pemerintah yang memilih tidak memperketat aturan atau larangan, lanjut dia, bakal membawa dampak dan risiko tingkat tinggi.

"Budaya kepala batu didukung oleh kelonggaran aturan menjadi anjuran saja dari pemerintah, itu merupakan kesalahan fatal. Memang dalam radius seminggu terakhir ini, kita tidak mendengar peningkatan penderita C19. Akan tetapi 2-3 hari belakangan ini sudah ada pelonjakan menambahnya pasien positif. Buka mata dan ingat dan patut kita waspadai adalah, Teori Gunung Es mengingat yang cuma terdeteksi dan yang kita tahu hanya orang yang sudah diperiksa dan dapat perawatan di rumah sakit, sementara ada 78 hingga 80% orang tanpa gejala infeksi (masih negatif) bebas berkeliaran, padahal punya riwayat dan potensi menularkan C19 secara masif. Kebijakan pemerintah yang tidak memperketat ruang gerak (tanpa lock-down), jangan kita salahgunakan. Jangan kumabal dan melupakan teror C19. Minut sudah ada 1 pasien positif, kita tidak tahu berapa banyak yang terkontaminasi dengan 1 pasien itu selaku mata rantai pandemi C19," urainya.

Lebih jauh dikatakannya, mungkin kita tidak akan tertular, tapi yang lain seperti isteri, anak atau kerabat kita yang lain, belum tentu sama nekadnya dengan kita.

"Semua sudah terjadi, tak ada yang dapat dipersalahkan. Marijo jaga diri masing-masing, tetap waspada dan tetap antisipatif terhada corona karena sampai detik ini belum ada pencegahnya. Ingat, virus corona, masih sangat mematikan," tandasnya. (Baker)



×
Berita Terbaru Update