Jefran: "Hanya banci yang cari kemenangan tanpa melalui proses pertarungan"
Minahasa Utara, - Kalimat yang dilontarkan salah seorang petinggi parpol tentang kotak kosong untuk pemilihan umum kepala daerah Minahasa Utara (Pemilukada Minut) 9 Desember 2020 nanti, menuai kecaman keras dari Boy Sompotan, dan Jefran Herrodes de'Yong.
Boy Sompotan putera Tonsea yang berkiprah di Jakarta adalah pendiri Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI) Wilayah Sulawasi Utara.
Sementara Jefran aķtivis anti korupsi Sulut adalah putera Kema dari LSM PHRI.
Menurut Boy Sompotan, kubu perancang wacana kotak kosong adalah para politisi-politisi "Busuk" dan pemalas yang ingin menciptakan kemunduran demokrasi di Tanah Tonsea saja.
"Mereka sengaja memainkan politik dengan cara-cara kotor. Gaya yang memborong semua rekomendasi Parpol untuk memuluskan kemenangan sangat merugikan masyarakat serta mencederai demokrasi di Kabupaten Minut. Karna ini adalah pesta rakyat, jadi seharusnya ini menjadi momentum untuk para politisi dalam memberikan contoh yang baik kepada masyarakat, bukan memberikan contoh yang tidak baik," tukas Boy.
Lanjut Boy, pesta demokrasi yang diinginkan masyarakat Minahasa Utara akan dirusak oleh para politisi-politisi pemalas karena otak mereka tidak cerdas.
"Masyarakat Minut yang di kenal sebagai masyarakat yang sangat menjunjung tinggi demokrasi sesuai dengan adat dan budaya. Hal itu terlihat saat Pemilihan Hukum Tua (Pilhut), karna belum pernah ada Pilhut di Minut melawan kotak sosong," terangnya.
Boy juga mencotohkan ketika Pilkada di Makassar yang melawan kotak kosong, tetapi dimenangkan oleh masyarakat. Masyarakat sekarang sudah pintar, mereka tidak semudah itu dibodohi oleh para politisi busuk.
"Contohnya, Pilkada di Makassar yang melawan kotak kosong, tapi dimenangkan oleh kotak kosong. Nah itulah yang bakal terjadi jika kubu perancang kotak kosong memang ngotot ingin merusak demokrasi di Minut," sembur Boy.
Boy menyinggung kubu perancang kotak kosong bermental kerupuk atau penakut. Ini juga merupakan sebuah bentuk kepanikan dari kubu tersebut.
"Di Minut ada lawan yang kuat, dan pantas untuk bertarung, silahkan bersaing secara sehat, jangan ada langkah-langkah untuk mencederai pesta demokrasi. Karna pemimpin yang dihasilkan dari kotak kosong adalah pemimpin yang omong kosong," tandasnya.
Terpisah Jefran Herrodes de'Yong koordinator LSM PHRI menuding orang-orang parpol yang lancang menggiring Minut untuk melawan kotak kosong menurutnya adalah orang-orang pengecut.
"Sebagai orang Tonsea, suku yang dikenal jantan dan petarung, saya malu. Dan saya anggap mereka yang berharap memenangkan pemilukada melawan kotak kosong adalah sekelompok waria atau banci," semburnya.
Lebih jauh dikatakan Jefran, bila parpol itu memenangkan pertarungan melawan kotak kosong, tetap saja ada embel-embel yang sangat tak mengenakkan didengar.
"Jangan bawa budaya takut kalah dan merusak tatanan adat di Minut. Kumtua saja menang bukan lawan kotak kosong. Jika ingin jadi bupati dan wakil bupati di Minut, bertarunglah secara jantan, agar masyarakat pun bangga memiliki bupati dan wakil yang memimpin Tanah Tonsea karena berhasil mengalahkan lawan-lawannya," pungkas mantan Koordinator Investigasi Sulut Corruption Watch (SCW) itu. (Baker)