Notification

×

Iklan

Diduga PT TTN Tak Miliki Legalitas Kepemilikan Lokasi Batu Emas

Sunday, June 11, 2023 | 23:24 WIB Last Updated 2023-06-11T18:33:35Z


MINUT, Komentar.co -
Kejadian pada Kamis 8 Juni 2023 dimana ada upaya intimidasi dan mengusir paksa para penambang emas di lokasi tambang Batu Emas Desa Tatelu, Kecamatan Dimembe, Kabupaten Minahasa Utara oleh pihak keamanan PT Meares Soputan Mining (MSM) dan PT Tambang Tondano Nusajaya (TTN), akhirnya tersebar ke masyarakat luas.

Upaya PT Tambang Tondano Nusajaya (TTN) tersebut terbilang kandas, dan para penambang kembali beraktivitas kendati dari 80-an lubang tambang tersisa empat (4) yang masih beroperasi.

Sisanya sudah ditutup pihak perusahaan yang diduga kuat memakai berbagai cara, termasuk memakai aparat bersenjata lengkap dengan mengintimidasi penambang Tatelu Raya (Taraya).


Upaya penutupan lubang tambang milik Esau Dipan hari itu disaksikan oleh Unit Inteldim 1310/Bitung, Den Intedam XIII/Merdeka dan anggota Babinsa Ramil 1310-04/Dimembe yang kebetulan hadir dilokasi bersama belasan Wartawan Minut.

Mendadak pihak PT TTN melalui Luky Sujono yang  menjabat Supervisor Sicurity dalam perusahaan malah memerintah pihak sekurity untuk menghentikan dan tutup lubang, dihadapan para aparat TNI.

Namun beberapa jam sebelumnya, beberapa sekurity sudah datang merusak tenda para penambang, sehingga tempat yang biasa dipakai tidur oleh lima (5) orang dewasa, tak dapat dipakai lagi akibat basah diguyur hujan. 

Diketahui, saat itu didalam lubang terdapat dua puluh (20) orang penambang yang sedang mencari nafkah dikedalaman lebih dari delapan puluh meter, namun Luky dengan angkuh tetap memerintah agar menutup lokasi itu.

"Sesuai perintah Undang-undang, jangan ada lagi aktivitas untuk menambang, karena dianggap tambang ilegal (PETI). Selanjutnya diserahkan ke Pam Obvid dan pihak Polsek, untuk ditutup. Silahkan," ucap pria itu tanpa berpikir kalau ada lebih dari 20 nyawa didalam lubang itu.

Menanggapi sikap tidak manusiawi ujung tombak PT TTN itu, berbagai kecaman pun menyeruak dari para penambang.

"Anda seorang ayah dan punya anak, tolong manusiawi sedikit pak. Kami sebaya dengan anak-anakmu. Kenapa datang-datang langsung main tutup. Jika kami mau bertanya, selalu bilang di polres. Mana keadilan, kenapa mereka yang makan kami yang mati," tutur Joshua Amaranda.

Perintah perusahaan dilakukan untuk cementing dalam penilaian Alwin Lumataw salah satu penambang Taraya ada ketentuannya, bukan sesuka hati.

"Cementing boleh dilakukan bila sudah tak ada orang atau barang didalam lubang. Kalau pemilik lubang keberatan, tidak boleh di Cementing, kan proses kepemilikan masih sementra berjalan. Mereka juga tidak menghargai pemerintah desa maupun camat, selalu main polres," tukas Alwin.

Minggu (11/6/2023), Fecky K Mamahit salah satu pemilik lahan yang dipasangi papan Pam Obvit, menyesalkan sikap perusahaan yang diduga sudah main hakim sendiri, dan merekayasa hukum.

"Saya menduga, pemasangan papan Pam Obvitnas disini juga belum layak. Kan Pak Luky Sujono yang bilang kalau lahan ini sekarang masih berstatus tambang ilegal atau PETI, nah kenapa belum ada ketetapan hukum malah sudah ada klaim kepemilikan dan dipasangi Pam Obvit," katanya heran.

Lanjut Fecky yang juga Ketua LSM Adat Waraney Puser In Tana Toar-Lumimuut Minut ini, selama ini tidak ada satupun penambang yang pernah melihat Akta Jual Beli (AJB) atau bukti kepemilikan dari perusahaan.

"Saya sendiri selalu bawa sertifikat kami. Makanya wajar kalau saya menduga papan Pam Obvit ini juga  hanya dibuat untuk menakut-nakuti masyarakat tambang saja. Kami juga masih selidiki keberadaan papan Pam Obvitnas yang dipasang pihak perusahaan. Kenapa, karena katanya dari Pam Obvit, tapi kami tidak pernah melihat satupun anggota polisi berpakaian Pam Obvit selain satpam dan Brimob. Bisa saja logo Polisi dipapan itu juga hanya akal-akalan perusahaan," jejal Mamahit.

Pihaknya katanya, curiga dengan ijin yang ada, jangan-jangan perusahaan  hanya menggunakan ijin lokasi Tokatidung di Likupang Timur, bukan di area Batu Api Tatelu.

"Kami menduga, mereka sudah salah sasaran, karena di Wilayah Pertambangan Raktyat (WPR) tidak boleh perusahaan masuk. Jadi dugaan kami beralasan. Apalagi Pak Lucky Sujono tidak berani kasih penjelasan tentang undang-undang yang dia katakan lalu, untuk semua itu, kami seluruh masyarakat bukan mau melawan aparat. Tapi pemerintah harus lebih bijak menengahi masalah ini. Kasihan para penambang yang mencari nafkah untuk menghidupì keluarganya," tandas Fecky Mamahit. (Baker)



×
Berita Terbaru Update